Penelitian terbaru yang dilakukan oleh para peneliti Australia telah mengungkapkan fakta yang mengkhawatirkan mengenai penurunan tingkat oksigen di kedalaman Samudra Antartika. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penurunan tingkat oksigen terjadi dengan kecepatan yang jauh lebih cepat daripada perkiraan sebelumnya. Hal ini menimbulkan keprihatinan serius mengenai dampak perubahan iklim terhadap ekosistem laut di wilayah ini.
Perubahan iklim yang disebabkan oleh pencairan lembaran es Antartika menjadi salah satu faktor utama yang mempengaruhi penurunan tingkat oksigen di Samudra Antartika. Lembaran es yang mencair mengakibatkan berkurangnya jumlah air asin yang kaya oksigen yang tenggelam ke kedalaman laut. Akibatnya, ketersediaan oksigen di lautan dalam semakin menurun, membahayakan kelangsungan hidup makhluk laut yang hidup di wilayah tersebut.
Pencairan lembaran es Antartika yang terjadi akibat perubahan iklim menyebabkan terjadinya pergeseran keseimbangan oksigen di lautan dalam. Air permukaan yang menjadi kurang asin akibat lelehan gletser cenderung lebih mengapung, menghambat proses penting yang mengisi kembali oksigen di lautan dalam. Hal ini menciptakan ketidakseimbangan yang signifikan dalam sirkulasi oksigen di Samudra Pasifik, Atlantik, dan Hindia.
Para peneliti dari Commonwealth Scientific and Industrial Research Organisation (CSIRO) menjelaskan bahwa fenomena ini dikenal sebagai “memompa oksigen” ke samudra-samudra tersebut. Dalam penelitian ini, Dr. Kathy Gunn dan timnya menggunakan metode pengukuran sirkulasi laut dalam di Samudra Antartika, yang juga dikenal sebagai Samudra Selatan, untuk memahami dampak perubahan iklim terhadap keseimbangan oksigen di lautan dalam.
Penurunan tingkat oksigen di kedalaman Samudra Antartika memiliki konsekuensi serius bagi ekosistem laut. Makhluk-makhluk laut yang hidup di lautan dalam sangat bergantung pada ketersediaan oksigen untuk kelangsungan hidup mereka. Kadar oksigen yang rendah dapat mengakibatkan stres oksidatif pada organisme laut, menghambat pertumbuhan, dan bahkan menyebabkan kematian.
Selain itu, penurunan kadar oksigen juga dapat mengganggu rantai makanan di ekosistem laut. Organisme yang biasanya menjadi mangsa bagi hewan-hewan predator di lautan dalam mungkin mengalami penurunan populasi atau bahkan punah, dengan dampak yang luas pada keseluruhan ekosistem. Dengan demikian, penurunan tingkat oksigen di Samudra Antartika perlu menjadi perhatian serius dalam upaya pelestarian ekosistem laut.
Penelitian yang dilakukan oleh para peneliti Australia ini memberikan wawasan yang berharga tentang penurunan tingkat oksigen di Samudra Antartika. Namun, perluasan penelitian ini menjadi penting untuk memahami dampak yang lebih luas dari perubahan iklim terhadap lautan dalam. Studi lebih lanjut dapat dilakukan untuk menganalisis sirkulasi oksigen di wilayah-wilayah lain dan untuk memahami perubahan jangka panjang dalam dinamika oksigen di lautan dalam.
Selain itu, penelitian ini juga menunjukkan pentingnya upaya mitigasi perubahan iklim. Mengurangi emisi gas rumah kaca dan mempertahankan keberadaan lembaran es Antartika adalah langkah-langkah kunci dalam menjaga keseimbangan oksigen di lautan dalam dan melindungi ekosistem laut yang rentan.
Penurunan tingkat oksigen di Samudra Antartika merupakan tantangan serius yang perlu segera diatasi. Kerjasama internasional dan upaya kolektif dalam menjaga keseimbangan oksigen di lautan dalam menjadi sangat penting. Perlindungan ekosistem laut yang terancam oleh penurunan kadar oksigen perlu menjadi prioritas dalam agenda pelestarian lingkungan global.
Namun, dalam tantangan ini juga terdapat peluang untuk inovasi dan penemuan solusi yang berkelanjutan. Pengembangan teknologi dan metode baru untuk memonitor tingkat oksigen di lautan dalam, serta penemuan cara-cara untuk memulihkan dan mempertahankan keseimbangan oksigen, dapat membantu memitigasi dampak penurunan oksigen dan melindungi keanekaragaman hayati di lautan dalam.
Dalam penelitian ini, para peneliti menggabungkan data observasi dengan simulasi model untuk memahami perubahan tingkat oksigen di Samudra Antartika. Selain melakukan pengamatan langsung menggunakan kapal, mereka juga mempertimbangkan pengukuran kecepatan air, suhu, dan kandungan garam dengan menggunakan alat yang terpasang pada kabel yang ditekankan pada dasar laut. Alat-alat ini dibiarkan selama dua tahun untuk mengumpulkan data yang diperlukan.
Dalam perhitungan volume AABW (Antarctic Bottom Water) dan transportasi oksigen, para peneliti menemukan adanya perubahan dramatis. Dr. Kathy Gunn, pemimpin penelitian ini, menjelaskan bahwa observasi mereka menunjukkan bahwa sirkulasi lautan dalam di sekitar Antartika secara keseluruhan mengalami perlambatan sekitar 30 persen sejak tahun 1990-an. Perlambatan ini diprediksi akan berdampak dalam beberapa dekade mendatang.
Sebelumnya, pemodelan memprediksi bahwa sirkulasi AABW dapat melambat lebih dari 40 persen pada tahun 2050. Namun, temuan baru dari penelitian ini menunjukkan bahwa perlambatan yang diproyeksikan telah terjadi lebih cepat dari yang diperkirakan. Profesor Matthew England, rekan penulis studi ini dan wakil direktur Australian Center for Excellence in Antarctic Science, menjelaskan bahwa temuan ini mengindikasikan bahwa perlambatan sirkulasi telah terjadi lebih cepat dan lebih signifikan.
Salah satu konsekuensi penting dari perlambatan sirkulasi ini adalah stagnasinya dasar laut di sekitar Antartika. Hal ini menyebabkan nutrisi terperangkap di lautan dalam dan mengurangi ketersediaan nutrisi yang dibutuhkan untuk mendukung kehidupan laut di dekat permukaan laut. Profesor Matthew England menekankan bahwa hal ini merupakan kekhawatiran serius yang dapat mempengaruhi ekosistem laut di wilayah tersebut.
Penurunan keseluruhan tingkat oksigen di Samudra Antartika memiliki konsekuensi dalam mengubah struktur dan kimia lautan dalam. Tim penelitian ini memperingatkan bahwa perubahan ini dapat memiliki dampak jangka panjang dalam beberapa tahun mendatang. Hal ini menekankan pentingnya pemahaman yang lebih mendalam tentang perubahan iklim dan perlindungan terhadap lingkungan laut, khususnya terkait dengan kenaikan permukaan laut akibat pelelehan Lembaran Es Antartika.
Dengan demikian, penelitian ini memberikan pemahaman baru tentang penurunan tingkat oksigen di Samudra Antartika dan menggarisbawahi pentingnya upaya pelestarian dan mitigasi perubahan iklim untuk melindungi ekosistem laut yang rentan di wilayah tersebut.