The Malay Archipelago: Buku Tentang Indonesia Nusantara
Buku The Malay Archipelago karya dari Alfred Russel Wallace ini dibeberkan oleh Raden Pramesa Narakusumo yang merupakan peneliti dari BRIN, dimana dalam buku itu dibahas tentang keragaman hayati di tanah Indonesia, namun juga ragam budaya yang banyak di tanah Nusantara.
Terbitnya buku The Malay Archipelago tulisan dari A.R Wallace.
Alfred Russel Wallace penulis buku The Malay Archipelago ini menerbitkan buku fenomenalnya pada maret 1869, yang mana terbitnya buku tersebut langsung mengguncang dunia ilmu pengetahuan. Dalam buku ini Wallace menuliskan tentang kekagumannya terhadap banyaknya dan keanekaragaman hayati yang dimiliki oleh Nusantara, dan keberagaman budaya di dalamnya.
Awalnya, Wallace memiliki misi sains di kepulauan Nusantara untuk mengumpulkan dan mengkoleksi contoh-contoh specimen flora dan fauna yang di miliki Indonesia yang kemudian Dia kirimkan kembali dan dijual oleh Samuel Stevens yang merupakan promotor atau yang mensponsori perjalanan wallace ini. Namun sifat Wallace sebagai seorang naturalis dia mencatat dan melakukan observasi sendiri dan bagaimana distribusi fauna dan flora di pulau-pulau yang dikunjunginya dan mengamati budaya budaya dan ras yang ada di masing-masing kepulauan tadi.
Perjalanan Balas Dendam A.R Wallace
Misi dari Wallace ini juga memiliki latar belakang “balas dendam” karena koleksi specimen dan catatan wallace yang berharga selama 4 tahun di Amerika Selatan tenggelam begitu saja saat kapal Brig Helen karam saat dia menumpang kapal itu untuk kembali ke tanah kelahirannya Inggris pada tahun 1852.
Buku The Malay Archipelago sendiri ditulis oleh Wallace selama enam tahun semenjak dia kembali dari pulau Nusantara. Buku ini menceritakan tentang perjalanan Wallace dalam Ekspedisi yang megah selama delapan tahun dari 1854 sampai 1862. Selama ekspedisi ini, dia mencatat sudah melintasi wilayah sepanjang 22.500 kilometer dan 70 kali perjalanan di seluruh wilayah besar kepulauan Nusantara. Wilayah yang dia kunjungi diantaranya adalah Sundaland yang meliputi Jawa, Sumatra, Bali, Lombok, Borneo termasuk semenanjung Malaya dan Singapura, lalu ada wilayah Celebes atau Sulawesi, Timor, Moluccas atau Maluku dan kepulauan papua. Buku ini sudah berumur satu setengah abad, namun buku ini masih tetap menjadi buku klasik yang masih diminati oleh para ilmuwan masa sekarang.
Teori biogeografi dan keunikan garis Wallacea
Salah satu bahasan yang menarik dalam buku The Malay Archipelago adalah dimana Wallace menunjukkan perbedaan jenis Kupu-kupu yang dia temukan di jawa, kalimantan, sulawesi. Kemudian selain kupu-kupu dia juga membandingkan jenis kumbang yang ada di sulawesi dan juga jenis burung di sulawesi dengan yang hidup di wilayah kepulauan lain.
Dari catatan ini, Wallace menyadari bahwa komposisi fauna yang berada di Sulawesi berbeda dengan yang ada di kompleks kepulauan sekitarnya. Diagnosis awal sebelum melakukan perbandingan, wallace merasa bahwa komposisi fauna yang berada di Sulawesi seharusnya mempunyai variasi fauna yang sudah tercampur dengan kawasan sekitarnya, karena posisi Sulawesi yang seolah menjadi poros dari kepulauan sekitarnya.
Namun faktanya menunjukkan hal yang sebaliknya, dimana Wallace menemukan bahwa fenomena distribusi fauna di Sulawesi cukup unik dan tidak ditemui di wilayah atau kawasan lainnya, seperti di kepulauan indo-melayu atau papua. Dari sini Wallace kemudian menulis lagi sebuah artikel yang menceritakan distribusi fauna di Nusantara dan kemudian menulis buku biogeografi pertama dunia yaitu “The Geographocal distribution of animals”.
Publikasi mengenai distribusi fauna di Nusantara in kemudian memberikan inspirasi bagi wallace untuk membuat garis imajiner dan zona biogeografi, yang kemudia garis ini diabadikan oleh ahli biologi dari Inggris, Thomas Huxley yang kemudian menamakan garis tersebut sebagai garis Wallacea.
Yang unik dari garis atau wilayah Wallacea ini membuktikan secara nyata dengan tingkat endemisitas fauna yang tinggi sekali. Seperti pada penelitian terbaru yang mana berhasil menemukan atau mengungkap 131 jenis baru kumbang moncong “genus trigonopterus di Pulau Sulawesi dan 7 jenis baru lainnya di pulau Tanimbar. Dari 131 jenis baru ini, 99% jenis ini hanya ditemukan di pulau Sulawesi dan daerah penyebarannya sangat kecil atau terbatas. Begitu juga dengan 7 jenis yang ada di tanimbar, 100% jenis ini hanya bisa ditemukan di kepulaun tanimbar saja.
Teori evolusi, antara Darwin dan Wallace
Teori dari wallace ini juga diilhami oleh kecenderungan perubahan terhadap species yang dia temui di wilayah yang satu dengan wilayah kepulauan yang lain. Temuan itu misalnya, kupu-kupu yang berjenis sama, akan mengalami modifikasi pada sayapnya di tiap kepulauan yang dia datangi. Perbedaan sayap ini menurutnya adalah karena perbedaan tekanan dari jumlah pemangsa yang ada di masing-masing kepulauan atau wilayah. Modifikasi sayap ini membantu kupu-kupu untuk bermanuver sesuai dengan jenis pemangsa yang ada di wilayah hidup kupu-kupu tadi.
Pemikiran logika dari wallace ini sepintas mirip dengan pemikiran dari peneliti Charles Darwin yang terkenal dengan teori evolusinya. Menurut Darwin waktu meneliti di kepulauan Galapagos, ada perubahan signifikan dari paruh burung finch dan juga pemikiran terhadap selesksi buatan pada Merpati di London.
Januari 1858, Wallace tinggal di kepulauan Ternate, dan disana ia terserang penyakit malaria. Saat itu ia menulis esai dan kemudian ia kirim dalam bentuk surat kepada sobatnya Charles Darwin, dimana tulisan ini adalah artikel yang dia buat untuk memperkuat artikel yang dia tulis sebelumnya yang dikenal dengan “Sarawak Law”. Surat ini menjadi harapan Wallace supaya Darwin mengirimkan tulisan tadi pada ilmuwan terkenal Inggris saat itu Charles Lyell untuk di ulas dan di teliti.
Namun ketika Darwin membuka dan membaca tulisan Wallace, ia terkejut karena ide yang ditulis oleh wallace adalah sama dengan ide dia tentang seleksi alam dan revolusi.
Karena itu pada 1 juli 1858, presentasi dengan nama Darwin dan Wallace dilakukan di London di hadapan Linnean Society of London ini di moderatori langsung oleh Charles Lyell mempresentasikan karya dari Darwin dan Wallace. Presentasi ini kemudian menjadi cikal bakal keluarnya teori Evolusi dan Seleksi Alam oleh Charles Darwin
Catatan persatuan dan kearifan masyarakat Nusantara
Selain flora dan fauna lalu kondisi biodiversitas dan juga geografi kepulain Nusantara, Wallace juga membuat catatan penting seputar masyarakat pra-Indonesia dalam bukunya The Malay Archipelago. Bagian ini sering dilewatkan oleh pembaca karena dianggap sebagai kisah klasik biasa saja dan tidak penting.
Padahal Wallace melakukan catatan penting selama perjalannannya di kepulauan Nusantara ini dengan detail mengenai prilaku masyarakat, adat dan budaya yang dia temui termasuk juga variasa bahasa yang digunakan oleh 59 suku di Nusantara ini. Wallace yang dalah kehidupannya berpandangan modern ala kolonial, ia menyadari betul bahwa suku dan budaya yang berada di Nusantara ini sangat beraneka ragam, dan adat serta budaya yang ada didalamnya membuatnya terkagum-kagum.
Kekaguman itu diungkapkan dalam cerita dia saat melakukan perjalanan ke Pulau Aru dari Makasar dengan menggunakan perahu lokal pada tahun 1856. Wallace menceritakan dalam bukunya itu bahwa meski didalam perahu itu ada sekitar 50 orang dengan suku dan bahasa yang berbeda, mereka sangat rukun, tidak bertengkar dan bisa gotong royong dengan baik.
Pada saat mendarat di Dobo Pulau Aru, Wallace juga melihat sendiri berbagai komunitas campuran kala itu seperti komunitas masyarakat Melayu, Papua, Maluku, Tionghoa, Bugis, bahkan ada juga dari Jawa. Masyarakat itu sudah biasa berbaur dan ber-interaksi sama lain dalam kerjasama perdagangan. Aktifitas masyarakat saat itu cukup beragam dari ramainya suasana pasar, sabung ayam yang merupakan adat atau hiburan bagi masyarakat setempat, sampai aktifitas ibadah jumat di masjid sekitar.
Catatan ini merupakan cerita cikal bakal masyarakat Indonesia modern saat ini, dimana merupakan suatu kesatuan yang terbentuk dari berbagai suku dan budaya dari Sabang sampai Merauke. Peradaban kuno saat itu yang telah mempraktekkan hakikat Bhinneka Tunggal Ika secara nyata, walau belum berbentuk suatu negara.
Pada akhir bukunya, Wallace memiliki kesimpulan dengan membandingkan adat dan budaya masyarakat asli di Nusantara dengan bangsa Eropo. Menurutnya, penduduk yang masih berpikiran sederhana seperti penduduk asli nusantara ini walau peradapan tertinggal dari bangsa Eropa, mereka bisa melakukan pendekatan kondisi sosial yang sempurna.
Menurut Wallace, meski penduduk lokal di Nusantara ini belum mempunyai hukum dan perangkat hukum, namun setiap opini dari penduduk sangat di hargai dan bebas untuk diekpresikan. Masing-masig orang menghormati hak sesama, dan pelanggaran hukum atau adat terhadap hak orang lain itu jarang terjadi bahkan hampir tidak pernah terjadi.
Kesimpulan akhir dari Wallace pun menunjukkan bahwa bangsa Eropa tidak bisa menyamai moralitas tinggi yang di miliki orang-orang asli yang tinggal di kepulauan Nusantara.
Buku ini sudah berusia lebih dari 150 tahun sejak The Malay Archipelago pertama kali diterbitkan, Wallace sudah memberikan catatan perjalanannya dan bukti kuat kepada kita semua bawah kepulauan Nusantara tidak hanya indah dalam hal flora dan faunanya saja, tapi juga kehidupan manusia Nusantara yang kelak berbentuk negara Indonesia ini juga sangatlah indah dan mengagumkan. Bila berminat dan ingin membeli bisa klik disini ya The Malay Archipelago Bahasa Indonesia