Tekno Kediri – Seperti beberapa negara maju yang lain di dunia, Indonesia telah kedatangan koneksi internet 5G. Dua operator telekomunikasi paling besar di Indonesia bahkan juga telah melaunching service 5G secara komersial, yaitu Telkomsel dan Indosat Ooredoo Hutchison pada Juni 2021 kemarin.
Walau 5G telah datang dan dapat dirasa oleh sejumlah kecil pemakai handphone di sejumlah titik di beberapa kota besar Indonesia, service 5G diprediksi akan bergeliat dalam 3 tahun kedepan.
Presiden Direktur sekalian CEO XL Axiata Dian Pelajarrini mengutarakan argumen service internet 5G akan masif dipakai dalam 3 tahun kedepan.
“Kalau 5G menurut saya masih agak lama, mungkin 3 tahun ke depan baru 5G, kenapa? Kalau kita mau buat 5G itu ada beberapa hal yang dipertimbangkan,” tutur Dian, ditemui di sela W20 Summit, di Kawasan Danau Toba, Parapat, Simalungun, Sumatera Utara, beberapa waktu lalu.
Dian menyebutkan beberapa argumen service 5G masih perlu waktu untuk digelontorkan secara massal di Indonesia. Pertama dan khusus karena permasalahan tersedianya spektrum frekwensi.
“Karena spektrum frekuensi 5G belum dirilis pemerintah, yang sekarang kita pakai buat 5G itu sebenarnya spektrum 4G, makanya 5G yang sekarang 5G rasa 4G, bukan 5G murni,” ujar Dian yang menjadi Co-Chair W20 Indonesia.
Dian juga menerangkan argumen pengguliran service 5G memerlukan spektrum khusus. Menurut dia, karena adopsi 5G memerlukan bandwidth yang lebar, lebih lebar dibanding tehnologi-teknologi angkatan awalnya.
“Spektrum yang ada sekarang itu bandwidth-nya tidak cukup lebar untuk layanan 5G,” tutur Dian.
Pilihan sulit ? XL masih belum tentukan spektrum yang di pilih
Berbicara mengenai spektrum frekwensi untuk 5G, pemerintahan baru saja ini merencanakan untuk melepaskan spektrum 700 MHz yang selam ini digunakan untuk service TV analog.
Dengan migrasi TV analog ke digital, pemerintahan dapat manfaatkan digital devident itu untuk melangsungkan service 5G.
Disamping itu, pemerintahan merencanakan melepaskan spektrum frekwensi 3,5 GHz yang saat ini masih digunakan untuk memberikan dukungan service satelit.
Saat ditanyakan, XL Axiata tertarik dengan spektrum frekwensi yang mana untuk melangsungkan 5G, Dian juga menjawab, faksinya akan ambil spektrum mana saja yang nanti dilelang oleh pemerintahan.
“700 MHz kita mengambil dan 3,5 GHz kita mengambil, karenanya resource paling bermanfaat. Sesudah ASO dan satelit, kelak spektrum untuk 5G akan ada,” tutur Dian.
Hal yang lain menurut Dian dibutuhkan dalam pengguliran tehnologi internet 5G ialah handset atau piranti simpatisan yang masih tetap sedikit. Ini dikarenakan oleh harga piranti handphone 5G masih lumayan mahal bila dibanding piranti 4G di pasar.
Dian menjelaskan, piranti 4G saat ini lebih banyak dipasarkan di pasar, bahkan juga pada harga di bawah Rp 1 juta dan ada juga yang Rp 700 beberapa ribu. Hal ini menurut dia menjadi salah satunya penggerak yang membuat konektivitas 4G melesat dipakai konsumen setia.
“Saya pikir untuk 5G kemungkinan tipping point-nya sampai kelak orang ingin membeli piranti 5G jika harga telah Rp 1 juta-an,” tutur Dian.
Apa kegunaan dari 5G ?
Hal-hal lain yang membuat 5G akan melesat 3 tahun kembali ialah use case atau pemakaian 5G tersebut.
“Kita kelak ingin gunakan 5G buat apa? Jika misalkan saat ini kustomer bisa dilayani dengan 4G itu tidak ada istilahnya katalis menggunakan 5G,” ucapnya.
Dian menjelaskan, di Korea Selatan yang service 5G-nya paling maju, 5G bukan hanya dipakai untuk streaming tapi ada pemakaian lain seperti memberikan dukungan augmented reality dan virtual reality. Menurut Dian, ke-2 tehnologi ini di Indonesia masih sedikit digunakan.
Tetapi Bos XL Axiata yang memegang semenjak April 2022 ini yakini, bila use case telah lebih berkembang, nanti keperluan akan service 5G akan bertambah.
Use case lain dari 5G menurut dia untuk memberikan dukungan pasar enterprise. “Jika di negara luar yang semakin maju 5G-nya, itu keperluan 5G untuk industri, jadi misalkan untuk fleet manajemen, surveylance, remote health, dan sebagainya,” ucapnya.
Siapa sasaran sebenarnya koneksi 5G ?
Lalu ke mana arah service 5G XL Axiata, apa akan mengarah mass pasar atau enterprise?
“Kita kekeduanya, konsumen pengguna akhir dan industri. Saat ini yang kami sasar, bagaimana agar industri B2B ini menjadi tahu apakah yang dapat dilaksanakan oleh 5G untuk usaha mereka. Dimulai dari Internet of Things (IoT), surveylance, sampai remote mettering, itu kami sedang perkenalkan ke enterprise. Jika sebetulnya 5G ini dapat menolong your business lho,” kata Dian.
Sementara untuk mengarah keperluan konsumen pengguna akhir, XL Axiata mempersiapkan use case yang paling dekat untuk service fixed wireless akses (FWA). FWA, kata Dian, akan memberikan dukungan daerah yang sejauh ini belum dilayani internet rumahan berbasiskan fiber.
“Fiber to the home masih cukup mahal dan sulit, jika di Indonesia kita keduk kabel masuk ke rumah itu ijinnya ada banyak. Ada ijin dari pemerintahan pusat, pemda, RT, RW, sampai ke tetangga dll . Maka lain dengan di Tiongkok atau di Singapura, kita ingin pasang itu, operator tinggal narik-narik kabel saja,” kata Dian.
Sementara, untuk 5G, menurut Dian, dapat terpasang untuk memberikan dukungan FWA internet di beberapa rumah. “Ini dapat menjadi satu diantara use case untuk customer,” katanya.