Tekno Kediri – Kapal pesiar Ganesha yang sedang melakukan suatu perjalanan di sekitar kepulauan atau perairan Indonesia pada musim panas di tahun 2019, melewati sesuatu yang disebut “lautan susu” yang terlihat bersinar terang di tengah malam.
Fenomena ini sudah lama sekali ( bahkan sudah berabad-abad lamanya ) di gambarkan dalam navigasi oleh para pelaut sebagai malam hari yang tidak umum atau wajar, karena merupakan cahaya yang misterius menerangi perairan yang sedang mereka lewati. Tetapi “Laut Susu” sepertinya sudah lama tidak di teliti lagi, karena fenomena itu jarang sekali terjadi dan hanya secara kebetulan saja orang bisa melihatnya dan sangat sulit di jangkau lokasinya.
“Saya akan mengatakan hanya ada segelintir orang yang saat ini hidup yang telah melihatnya,” kata Steven Miller, seorang profesor ilmu atmosfer di Colorado State University di Fort Collins sebagaimana dilansir oleh Guardian pada Senin (11/6/2022).
Lautan susu ini adalah fenomena yang langka bahkan belum tentu terjadi sekali dalam setahun secara global, dan hal ini terjadi biasanya di lokasi yang jauh dari pantai di pulau yang besar.
“Jadi Anda harus berada di tempat yang tepat pada waktu yang tepat,” kata dia.
“Lautan susu” itu diprediksi dipacu oleh bakteri bioluminescence yang melakukan kontak keduanya, kemungkinan sebagai tanggapan pada peralihan arus laut yang didorong oleh keadaan atmosfer.
Peristiwa bioluminesensi Miller sudah memburu mereka sepanjang beberapa dasawarsa. Dengan iri, ia dengarkan laporan saksi pertama pengalaman dari sangat jarang itu dan cari bukti ilmiah untuk memverifikasi kehadiran mereka, dan fasilitas untuk menyaksikan dan pelajari peristiwa bioluminesensi secara berdikari.
“Ini adalah respons yang sangat besar dan misterius di biosfer kita. Kami ingin tahu cara kerjanya, dan bagaimana itu bisa berubah dalam iklim yang berubah,” katanya.
Dalam dasawarsa paling akhir, perlengkapan pencitraan sinar pendek yang terpasang pada satelit lingkungan yang lebih baru sudah memberikan Miller beberapa panduan yang menarik. Saat ini, kesaksian saksi dari beberapa pelaut di atas Kapal Pesiar Ganesha sudah memberi bukti berbasiskan permukaan pertama, yang pastikan kehadiran “lautan susu” dari citra satelit – dan gambar dunia riil pertama dari peristiwa itu.
Perjalanan kapal Genesha Di antara akhir Juli dan awalnya September 2019, satelit Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional AS tangkap apa yang menurut Miller kemungkinan sebagai kejadian bioluminescent di selatan Jawa, Indonesia, yang menghampar lebih dari 100.000 km persegi (38.600 mil persegi). Pada Juli 2021 dia mengeluarkan gambar kejadian itu – ditambahkan 11 peluang contoh lain dari “lautan susu” – dalam “Nature Scientific Reports”.
Liputan media mengenai riset ini menggerakkan Naomi McKinnon, anggota dari 7 orang crew dalam kapal pesiar Ganesha, untuk mengontak Miller dan memvisualisasikan kejadian yang mereka rasakan saat malam 2 Agustus 2019. Selanjutnya dijumpai jika beberapa crew sedang lakukan perjalanan keliling dunia, saat Ganesha menubruk sepetak air bersinar di antara Lombok, Indonesia, dan Kepulauan Cocos (Keeling) di Samudra Hindia timur sekitaran jam 9 malam. Kapal pesiar itu masuk perairan bersinar ini secara mendadak, dan semua pengalaman ini berjalan sampai fajar.
Seorang pelaut pada pukul 10 malam terbangun dan berjalan keluar di dek super yacht Ganesha, dan dia tertegun melihat laut sudah berwarna putih seperti susu dan bersinar cukup terang.
“Tidak ada bulan, laut tampaknya penuh dengan plankton, tetapi gelombang haluannya berwarna hitam. Ini memberi kesan berlayar di atas salju,” tulis mereka. Seorang anggota kru memberi tahu Miller bahwa warna dan intensitas cahaya itu “mirip dengan bintang atau stiker yang bersinar dalam gelap”.
Kapten kapal pesiar itu menjelaskan sinar itu nampaknya datang dari sekitaran 10 mtr. di permukaan air, bukanlah susunan permukaan tipis sama seperti yang dipikirkan beberapa periset. Contoh air yang diambil dengan ember mengutarakan beberapa titik sinar konstan sebagai gelap saat diaduk-aduk.
“(Itu) kebalikan dari apa yang terjadi dengan bioluminesensi ‘normal’,” kata Miller, yang temuannya dipublikasikan di “Proceedings of the National Academy of Sciences.”
Gambar digital pertama kali yang dijumpai Sebelumnya, semua narasi mengenai “lautan susu” cuma dari mulut ke dalam mulut, datang dari periode awalnya kapal dagang di era ke-18. Namun, gambar yang diambil oleh crew pada handphone dan camera digital memberi bukti photografi pertama dari peristiwa “lautan susu” itu.
Mereka memvisualisasikan hal yang sama, dan gambar-gambarnya stabil dengan yang dilukiskan. Semua seperti seragam: sinar lembut, performa nyaris berkabut, benar-benar memusingkan. Verifikasi mandiri ini diharap akan mempermudah pakar untuk pelajari laut susu di masa datang.
“Ini berarti bahwa sekarang kita dapat menggunakan (citra satelit) dengan percaya diri. untuk mempelajari lautan susu dari luar angkasa, tetapi juga untuk mengarahkan kapal penelitian yang dilengkapi dengan jenis peralatan yang tepat untuk mengambil sampel air dan menentukan komposisinya,” kata Miller.
Ia memprediksi jika peristiwa “lautan susu” Jawa pada 2019 ini nampaknya berjalan minimal sepanjang 45 malam. Maknanya, beberapa hal ini bukanlah cuma kejadian satu malam, yang hendak membuat nyaris tidak mungkin untuk tentukan keberadaannya on time.
“Kami telah menemukan bahwa ketika yang lebih besar ini (lautan susu) terbentuk, mereka bertahan hingga beberapa minggu, (atau) jika tidak beberapa bulan.
Mungkin bila Anda pernah menonton film dengan judul “Life of Pi”, saat terdampar dan melihat kepulauan yang bercahaya, mungkin seperti itu fenomenanya. Tetapi dalam film itu jelas berbeda dengan kejadian “lautan susu”, hanya analoginya saja mungkin dalam film itu mengambil inspirasi dari terjadinya “lautan susu”