Sebuah riset global pertama berkenaan makhluk hidup berdarah dingin mendapati satu dari 5 spesies reptil hampir musnah, terhitung penyu, buaya, dan ular king cobra. Pengurangan keberagaman hayati di penjuru dunia makin disaksikan sebagai teror untuk kehidupan di Bumi, sama keutamaan dengan teror peralihan cuaca yang sama-sama berkaitan. Teror pada makhluk lain sudah diabadikan baik, dengan terdaftar sejumlah 40 % amfibi, 25 % mamalia, dan 13 % burung dapat hadapi kemusnahan. Namun sampai sekarang, beberapa periset belum mempunyai deskripsi yang mendalam mengenai pembagian reptil yang beresiko. Dalam penilaian yang diedarkan di jurnal Nature, beberapa periset memandang 10.196 spesies reptil dan menilainya memakai persyaratan dari daftar merah spesies terancam dari International Union for Conservation of Nature (IUCN).
Periset mendapati, minimal 1.829 reptil atau 21 % masuk kelompok rawan, hampir musnah, atau benar-benar hampir musnah. Terhitung ular king cobra hampir musnah menurut study ini.
“Ini melebihi jumlah spesies yang kita lihat terancam,” kata rekan penulis Neil Cox, yang mengelola Unit Penilaian Keanekaragaman Hayati Internasional IUCN dan ikut memimpin penelitian seperti dikutip dari Science Alert, Jumat (29/4/2022).
Dia menambah, hasil riset ini bisa dijadikan cara hadapi teror tiap spesies reptil dan melakukan investasi untuk mengubah kritis keanekaragan hayati. Adapun barisan spesies yang paling beresiko musnah ialah buaya dan kura-kura, dengan masing-masing sekitaran 58 % dan 50 % dari 2 spesies diketemukan ada di bawah teror kemusnahan. Selanjutnya, reptil yang lain beresiko musnah yakni king cobra, ular berbisa paling besar di dunia.
Ular king cobra terdapat resiko hilang Cox memberikan, intimidasi kebinasaan biasa terjadi gara-gara pemanfaatan berlebih serta kekerasan di spesies reptil itu. Sedangkan, panjang king cobra dapat sampai seputar lima mtr., yang membunuh ular macam lain di lokasi rimba yang luas dari India sampai Asia Tenggara. King cobra udah dikategorisasi selaku kumpulan riskan, tunjukkan spesies ini begitu dekat sama kebinasaan. Penebangan serta gempuran yang kesengaja oleh manusia jadi satu diantara yang menimbulkan ular king cobra rawan musnah, dikarenakan gempuran itu jadi intimidasi paling besar buat ular itu.
“Ini (ular king cobra) adalah spesies ikonik yang nyata di Asia dan sangat disayangkan, bahkan spesies yang tersebar luas seperti ini benar-benar menurun (jumlahnya),” tutur Cox.
Bruce Young, kepala zoologi di NatureServe, yang turut pimpin analisis, mengucapkan reptil rawan musnah sejumlah besar dijumpai terfokus di Asia Tenggara, Afrika Barat, Madagaskar utara, Andes Utara, serta Karibia. Banyak pengamat mendapatkan, reptil terbatas di komunitas kering seperti gurun, padang rumput, serta sabana, yang dengan penting kurang terancam diperbandingkan yang berhabitat di rimba. Pertanian, penebangan, spesies agresif, serta pembangunan perkotaan dijumpai jadi satu diantara intimidasi buat reptil, diikuti sama orang pun mematokkannya buat perdagangan hewan piaraan atau membunuhnya buat makanan atau sebab takut.
Ular king cobra rawan musnah sebab intimidasi cuaca Sedangkan, pengubahan cuaca dijumpai menyebabkan intimidasi langsung buat seputar 10 prosen spesies reptil, gak kecuali kepada ular king cobra. Walaupun banyak pengamat mengatakan peluang itu sangat rendah sebab tak pertimbangkan intimidasi waktu panjang seperti peningkatan permukaan laut, atau bahaya tak langsung yang didorong oleh cuaca dari sejumlah hal seperti penyakit.
ilmuwan terkaget, menemukan konservasi yang dialamatkan untuk mamalia, burung, serta amfibi berfaedah juga untuk reptil, meskipun kajian menyorot pentingnya pelestarian memojokkan yang detail untuk sejumlah spesies. Young menuturkan, penilaian reptil, yang libatkan beberapa ratus cendekiawan dari penjuru dunia, perlu waktu lebih kurang 15 tahun untuk diakhiri lantaran minimnya dana.
“Reptil, bagi banyak orang, tidak karismatik. Dan hanya ada lebih banyak fokus pada beberapa spesies vertebrata yang lebih berbulu atau berbulu untuk konservasi,” tuturnya.
Penilaian terakhir ini dikehendaki bisa menolong mengegas perbuatan internasional untuk menyudahi raibnya keanekaan hayati. Sekarang, nyaris 200 negara terkunci dalam percakapan keanekaan hayati global untuk coba buat perlindungan alam, termaksud tonggak penting dari 30 % permukaan bumi yang dijaga di tahun 2030.
“Melalui pekerjaan seperti ini, kami menyebarluaskan pentingnya makhluk-makhluk ini. Mereka adalah bagian dari pohon kehidupan, sama seperti yang lain dan sama-sama layak mendapat perhatian,” pungkas Young. ^^